Kita sebagai umat beragama sudah
sepatutnya tidak meniru suatu budaya yang bukan budaya muslim. Salah satu
budaya yang tidak patut ditiru oleh kaum muslim adalah merayakan hari
valentine. Berikut akan dipaparkan kerusakan-kerusakan hari valentine yang
dikutip dari bulletin at tauhid.
Kerusakan
Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah
melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh).
Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan
para ulama (baca: ijma’). Inilah yang
disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian
dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits inishohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari
Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama
Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan
Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72). Di antara
pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah
tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’
bin Anas (Zaadul
Maysir, Ibnul Jauziy). Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang
yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan
tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan
tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day
bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya
umat Islam.
Kerusakan
Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya Di Hari
Kiamat Nanti
Dari Anas bin Malik,
beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari
kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang
tersebut menjawab, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut
dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku
persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau
cintai.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dalam riwayat lain di
Shohih Bukhari, Anas mengatakan, “Kami tidaklah pernah merasa gembira
sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang
engkau cintai).” Anas pun mengatakan, “Kalau begitu aku mencintai
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena
kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan
mereka.”
Bandingkan, bagaimana
jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap
sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda.
Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”.
Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama
orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Semoga hal ini menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan
Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine”
sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang
Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus,
tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh
karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my
valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang
menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar,
menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada
berhala.
Kami pun telah kemukakan
di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan
semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih
sayang atau ucapan selamat dalam perayaan orang lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca : ijma’ kaum
muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullahdalam kitabnya ‘Ahkamu Ahlidz Dzimmah’.
Kerusakan
Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day
di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait
erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen
dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini
identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana
seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara
legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih. Padalah mendekati
zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Kerusakan
Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari
Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku
keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Perbuatan setan
lebih senang untuk diikuti daripada dibelanjakan untuk hal yang lebih
bermanfaat. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu, mungkin bisa
bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia,
hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah
(yang artinya), “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan.”(QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya
adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas
mengatakan, “Tabdzir (pemborosan)
adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar